« January 2005 »
S M T W T F S
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31
You are not logged in. Log in
Aksi Kemanusiaan
Thursday, 6 January 2005
Pengungsi di NAD Capai 517.226 Orang
Topic: Pengungsi
Pengungsi di NAD Capai 517.226 Orang

Jumlah pengungsi di Nanggroe Aceh Darusslam (NAD) pada hari ke-11, pasca-gempa dan gelombang tsunami (26/12) tercatat sebanyak 517.226 jiwa, demikian data Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Depkes, di Jakarta, Kamis (6/1)malam.

Sebanyak 517.226 pengungsi asal NAD itu terbagi atas

27.006 orang di Banda Aceh,
40.295 di Aceh Besar,
90.315 di Pidie,
97.942 di Aceh Utara,
22.000 di Aceh Timur,
6.430 di Aceh Tamiang,
6.125 di Aceh Jaya,
7.874 di Aceh Barat,
11.281 di Nagan Raya,
165.083 pengungsi NAD di Medan,
300 di sabang,
37.947 di Bireun,
4.203 di Langsa dan
425 orang NAD di Jakarta.

sumber: Kompas, 7 Januari 2005

Posted by prasetyocm at 5:50 PM EST
Updated: Thursday, 6 January 2005 5:52 PM EST
Fakta-Fakta Menggelitik
Topic: Relawan

Fakta-Fakta Menggelitik yang kami temui sepanjang perjalanan kami ke Aceh dan Sumatera Utara:

Sepanjang perjalanan kami banyak fakta-fakta yang kami lihat, kami dengar dari para keluarga dan korban yang mungkin bisa kita pelajari lebih lanjut, dianalisa, dan menjadi bahan pertimbangan kita untuk bergerak ke depan :

1. Penyerahan `otonomi' kepada mereka yang mempunyai fasilitas.
Pada hari pertama kami datang ke bumi NAD, terlihat bahwa semua keputusan ada di tangan militer dan pemerintahan sementara (satkorlakpus dan satkorlakda), baik penyimpanan dan pendistribusian logistic, pusat informasi, penyeleksian pengungsi,dll. Hal ini bisa dimaklumi mengingat semua fasilitas dan pemerintahan Aceh yang lumpuh total, dan hanyalah Pangkalan Militer AU yang masih mempunyai koordinasi dan tempat yang layak. Para Relawan ada yang sudah datang, namun belum banyak dan tampaknya pun belum bisa berbuat banyak karena tidak adanya fasilitas, semua bergantung pada militer dan beberapa pesawat militer asing (waktu itu masih Singapura). Hal ini menyebabkan logistic bertumpuk begitu banyaknya di gudang, dan prosedur pendistribusian logistic pun sulit dan berbelit-belit.
Malam itu, semua berubah. Logistik boleh dan bisa didistribusikan kemanapun bahkan sampai ke kelurahan2 terkecil dengan catatan diantarkan oleh truk relawan sendiri. Gudang pun berkurang sampai 40%. Para Relawan tinggal mengkoordinasikan daerah2 mana yang sudah diberi logistic.
Hal ini juga menyebabkan kami tertunda di Bandara Sipil SIM selama hampir 10 jam, karena para tentara militer Negara asing pun berhak memilih dan memasukkan sendiri para pengungsi2 itu. Jadi mirip antrian bioskoplah, siapa cepat dia dapat, biasanya yang sakit2 diprioritaskan dulu. Jadi tak tegalah kami bersaing dengan pengungsi2 itu, maka kami pun memilih penerbangan sipil yang tertunda-tunda terus.
Jadi para relawan yang mempunyai fasilitas lengkap seperti truk, pesawat, dapur umum dll terlihat langsung bergerak keliling kota.
Karena medan yang berat, banyaknya pekerjaan, dan sedikit yang bekerja, akhirnya otoritas itu diabaikan (meskipun masih dalam koordinasi yang menurut saya wajarlah) dan kemanusiaanlah yang diutamakan.

2. Tentang GAM
Kami pun mendengar banyak issue mengenai GAM yang berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan. Misalnya bahwa issue penjarahan itu dibuat oleh oknum GAM yang akan mengkorek2 senjata yang tercerai berai (tapi, mau cari di sudut yang mana kalau satu kota puing semua? ) Atau bahwa mereka merampas makanan, dll, maka itu militer tadinya bersikeras agar semua koordinasi masih tetap mereka tangani. Tapi karena terbatasnya daya mereka, akhirnya masalah GAM juga bukan menjadi issue yang terlalu ditakutkan lagi namun tetap diwaspadai. Iring2an logistic di jalan pun kini tidak lagi terhambat, dan banyak relawan pun pasrah, kalau benar dirampas GAM ya berikan sajalah, toh mereka pun manusia...

3. Bantuan yang dijual
Masalah ini juga yang menjadi salah satu factor logistic `takut' untuk dibagikan, `nanti dijual', katanya.. Memang ironis, saat yang lain butuh makanan yang dibagikan gratis, kok tega2nya ada yang menjual logistic gratis yang dibagikan. Tapi yang kami coba amati di lapangan, mereka yang menjual pun korban juga, dan uangnya mau buat beli tiket ke medan, ataupun untuk bekal karena mereka sudah habis2an tidak punya apa2 lagi. Dan yang dijual pun sedikit, paling2 muat ditata dalam satu meja ukuran anak sekolah dasar. Jadi hal2 demikian tidak perlu dimasalahkan, kalau ada yang korupsi sekalipun, biarlah menjadi urusan pribadinya dengan Tuhan YME.

4. Sulitnya keluar dari Aceh
Terus terang kami masih kaget waktu kami tiba di Aceh, karena walaupun sudah menyiapkan tubuh, jiwa, pikiran akan kemungkinan yang paling buruk, ternyata yang kami lihat benar2 sangat mengagetkan. Walaupun sudah berangkat dengan informasi yang kami dapat dari media, internet, koordinasi dengan LSM lain, dll ternyata informasi yang kami bawa hanya 30% dari kenyataan di lapangan. Hal ini juga yang membuat kami sulit keluar dari Aceh untuk koordinasi dan meneruskan pengiriman bantuan yang ada di Medan. Kami sulit mencari `tebengan' pesawat, tidak ada mobil umum, bisa sewa mobil tapi mahal sekali dan tidak ada supir yang mau , waktu itu juga belum ada sinyal telpon,< SPAN style="mso-spacerun: yes"> Bahkan ke bandara sipil pun harus jalan kaki. Jadi kami menunggu sabar di bandara sipil untuk mendapatkan tiket yang antri selama 2 jam, beli tiket jam 09.00, bisa berangkat jam 17.00, tapi kami lega, yang penting dapat tiket! Jadi kami keliling2 sekitar bandara cari informasi lagi, setelah jam 17.00 kok belum berangkat? "Penuh! Nggak bisa landing di Polonia, jadi tunggu saja.." begitu kata bagian informasi, jadi kami pun menunggu sampai akhirnya jam 22.00 pesawat datang.

5. Rebutan Korban
Para Relawan yang tergabung dalam group besar memang datang dengan persiapan full. Apalagi yang dari luar negeri (walaupun ada beberapa yang datang dengan gagah, tapi pulang lagi setelah melihat medan yang berat) mereka datang dengan tenda yang cantik, truk2 kontainer besar, pesawat carteran, dapur umum, handphone satelit, parabola, laptop dan internet, dll. (ini memang mutlak diperlukan kalau mau mobile dan efektif). Tim medisnya pun rapih dan bersih. Ternyata yang melihat fakta ini bukan kami saja, bahkan korban pun bisa melihatnya! Ada seorang ibu yang cedera kakinya dan harus dioperasi lebih memilih ditangani oleh relawan asing dan tidak mengerti bahasanya, dibanding oleh relawan local yang memang pas-pasan fasilitasnya. Insiden ini pun menimbulkan kecemburuan social, `memangnya kami nggak bisa??" kata salah seorang relawan lokal dengan raut wajah kesal, apalagi relawan asing juga terlihat eksklusif karena sibuk sendiri dan tidak berbaur ( ternyata ini salah satunya dikarenakan factor bahasa...)

6. Terlambat... atau nasib?
Kami pun melihat satu kejadian yang sangat mengharukan. Pagi2 seorang ibu mendatangi kami minta tolong agar suaminya diprioritaskan naik pesawat ke medan karena darah sudah mulai masuk ke paru2. Setelah kami bicarakan, akhirnya bapak yang sudah diinfus darah itu pun naik ke pesawat. Ternyata dia sudah menunggu antrian pesawat semalaman, tapi batal berangkat karena tidak bisa mendarat di Polonia Medan. Tapi sesampainya di dalam pesawat, bapak ini menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal di pesawat Hercules Australia yang sekiranya langsung terbang ke Medan.

7. Relawan baik hati yang jadi pengungsi
Kami bertemu dengan banyak relawan yang mempunyai semangat besar. Mereka umumnya datang sendiri2 dengan atau tanpa membawa bendera institusi. Tapi seperti kami, mereka pun kaget melihat fakta di lapangan. Praktis mereka tidak bisa mengerjakan apa2, mau ke Aceh tidak ada mobil, mau ke pengungsi tidak ada truk, bekal pun lama2 habis. Akhirnya justru mereka jadi sama dengan para pengungsi, tidur di lapangan bandara menunggu giliran terbang dan minta jatah logistic dari posko di bandara.

8. Tour Bencana
Fakta ini yang juga terlihat mengesalkan banyak pihak. Medan yang berat telah membuat banyak orang yang datang tanpa persiapan pulang kembali. Ada yang balik lagi, ada yang memang betul2 pulang merasa tidak sanggup. Hal ini menyebabkan pemandangan yang sangat menyebalkan di mata pengungsi, tentara, bahkan relawan sendiri. Saat mereka sedang sedih dan capek berusaha membenahi kota dengan daya yang sedikit, orang datang melihat-lihat, foto-foto lalu pergi. Tapi ini pun tidak bisa disalahkan. Diantara mereka ada yang betul2 cari informasi bagaimana keadaan di Aceh, lalu baru koordinasi untuk masuk ke lapangan, daripada masuk tanpa tahu medan justru lebih berbahaya. Namun kami juga maklum perasaan mereka yang sedang lelah melihat orang lain yang seolah2 tour ke Aceh melihat bencana. Itulah mengapa sekarang banyak himbauan untuk tidak datang bila tidak punya alat berat, alat angkut, dan fasilitas, setidaknya yang mencukupi diri sendiri.

9. Pengumuman PKS tentang adopsi anak
Kami juga menemukan fakta (foto2 tersedia) yang menarik seputar larangan adopsi anak yang mengatasnamakan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) ditempel di pintu masuk Bandara Sipil. Bunyinya kurang lebih seperti ini : "Kami Siap menampung anak yatim piatu korban bencana alam Aceh Sumut untuk disekolahkan menjadi anak yang berguna, jangan diserahkan kepada kaum kafir (Kristen/misionaris)". Sungguh menggelitik. Bahkan dicantumkan DPP Pusat dan Daerah yang memutuskan hal itu. Masalah ini sempat menjadi issue yang panas dibicarakan dan sempat membuat banyak orang marah. Konfirmasi2 dilakukan, saling cross check dan saling menenangkan mereka yang kesal. Kabar terakhir katanya DPP PKS Pusat tidak mengakui hal itu. Berarti telah ada provokasi yang mulai merebak di NAD.

10. Isue perdagangan anak
Isue ini juga merebak di kalangan pos2 pengungsi, bahkan stasiun TV meliput khusus tentang hal ini. Walaupun kami belum pernah bertemu langsung dengan mereka yang dicurigai sebagai penadah anak, tapi kami mencermati bahwa hal ini perlu dicermati juga, benar dan tidaknya sama2 merugikan. Bila benar sangat berbahaya, bila tidak berarti ada yang menebar issue untuk meresahkan para pengungsi.

11. Ini adalah hukuman Allah
Banyak jeritan tangis dan keluhan yang menyatakan ini adalah hukuman Allah. Hal ini pun bisa kami mengerti karena para korban menanggung beban yang sangat berat dan tidak bisa berpikir lain selain membayangkan Tuhan yang sedang marah dan membiarkan semua ini terjadi. Di benak banyak korban hanyalah tanda tanya besar, mengapa ini terjadi? Mengapa saya? Mengapa Aceh? Hal itu yang terus menerus memenuhi pikiran mereka. Yang menarik adalah reaksi dari usaha mencari jawaban itu. Dari obrolan yang kami lakukan dengan beberapa orang, bahkan diantaranya adalah pemuka agama, mereka mengatakan bahwa kita semua harus bertobat (kalau ini saya sih setuju), Aceh adalah serambi Mekkah yang menjalankan syariat Islam. Tapi mengapa masih banyak unsur-unsur lain yang tidak menjalankan Syariat Islam dibiarkan bercokol di Aceh? Jadi individu2 tadi membakar wihara dan toko orang tionghoa (yang sebetulnya sudah rusak juga diterjang tsunami) dengan alasan mereka membawa sial.

12. Fakta bahwa mayoritas Tionghoa Aceh pun menjadi korban
Tidak terpikir sebelumnya akan hal ini di benak kami, mungkin karena Aceh sangat kental dengan symbol Islamnya, sampai kami mengunjungi Peunayong dan Lhok Nga yang adalah `china town' nya Aceh. Daerah ini mirip dengan kawasan kota di Jakarta, yang identik dengan pusat perdagangan dan dihuni oleh mayoritas warga keturunan tionghoa. 70% perputaran uang di Aceh terjadi di wilayah ini dan masyarakat pribumi Aceh pun menyadari bahwa daerah ini menunjang perekonomian seluruh Aceh. Peunayong dan Lhok Nga hancur total, bisa dibilang hampir rata dengan tanah karena letaknya yang dekat dengan bibir pantai. Daerah ini kira2 5 km dari pantai dan belum sempat dibersihkan dengan buldoser. Jadi tumpukan kayu, puing, dan (tentu) mayat masih setinggi setengah sampai 1 m. Dan di dalam ruko2 yang berjejer di kawasan itu pun diyakini mayat2 menumpuk. Dan ini adalah orang2 Indonesia beretnis tionghoa.
Kami pun bertemu dengan para pengungsi etnis tionghoa itu. Tidak ada bedanya dengan pengungsi lain, tatapan mata kosong karena keluarga menjadi korban dan harta habis dalam hitungan menit. Mereka pun jatuh miskin dan tinggal di penampungan.

13. Isue diskriminasi, penjarahan, pembakaran, dan pemerkosaan
Bertubi2 SMS kami terima tentang kabar ini, sebagian di Aceh, tapi makin banyak setibanya kami di Medan. Kami sendiri heran karena di lapangan kami tidak mendengar kabar atau bertemu dengan mereka yang jadi korban perkosaan. Bahkan kesaksian dari Ibu Esther yang selamat dari Meulaboh, dia diperlakukan sangat baik oleh orang pribumi yang ada di gunung. Orang itu turun gunung membawa uang Rp. 1,5 jt untuknya (yang dia tolak karena dia memilih makanan saja), dia ditampung di rumah seorang pribumi yang tidak kena bencana, makan dan minum yang sama, juga tidur di tempat yang sama. Ibu Ester sekarang membuka jalan dan posko bantuan di Meulaboh.

14. Kaum kafir yang Najis
Memang ada juga kesaksian dari seorang Romo gereja Katolik Hati Kudus yang juga sangat tragis kita dengar. Romo ini selamat dari bencana, keesokan harinya ia berjalan2 mencari jemaatnya di antara puing2 kota. Bertemulah ia dengan seorang lelaki tionghoa yang hendak mengangkut mayat istri dan anaknya dari dalam ruko. Lelaki ini tidak bisa meminta pertolongan siapapun karena orang yang lewat tidak mau menyentuh mayat orang kafir yang najis, maka ia minta Romo mendatangi tempatnya, memberikan doa kematian dan ia pergi meninggalkan mayat istri dan anaknya disana. Ada juga yang mengatakan untuk mengangkut mayat saja dikenakan bayaran Rp. 650.000- Rp. 1.000.000,- Tapi ini dialami tidak saja oleh orang minoritas, tapi juga orang pribumi.

15. Isue ekslusivisme kaum Tionghoa
Setibanya kami di Medan, kami sampai di Posko Metal V yang secara kebetulan mayoritas pengungsinya adalah etnis tionghoa. Mengapa kebetulan? Karena kawasan jalan metal adalah kawasan bekas pengungsi aceh tahun 1960-an yang hijrah ke medan karena terkena kebijakan pp 10 saat itu. Jadi semua pengungsi tsunami aceh langsung berpikir untuk tinggal di jalan Metal. Karena banyaknya orang padfa h+1 dan h+2, posko pun langsung dibentuk malam itu juga. Posko Metal pun bekerjasama dengan Aceh Sepakat, PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PDS (Partai Damai Sejahtera), Kodam, dll. Ada insiden sewaktu kawan2 pungungsi lain minta bantuan tempat, Posko Metal yang sudah terlalu penuh menyatakan bisa menampung, tapi di Wihara. Pengungsi saat itu tidak menolak, namun kemudian hal ini menjadi urusan panjang ketika ada pihak2 yang langsung menuduh ketidaksopanan Posko Metal yang menempatkan mereka ditempat kafir, issue pun berkembang bahwa Posko Metal identik dengan tionghoa dan menolak kehadiran etnis lain. Hal ini tidak kami lihat sepanjang pengamatan kami. Korban yang berjilbab pun terlihat walaupun jumlahnya tidak banyak, posko ini juga berkoordinasi dengan lembaga Islam lainnya dalam menyalurkan sumbangan, dll.

Fakta2 kecil yang kami temui di atas sangatlah menarik. Memang ada insiden2, tapi kami melihat bahwa kebersamaan yang tumbuh di Indonesia sungguh luar biasa. Kejadian ini setidaknya telah kembali menimbulkan rasa kebersamaan yang sudah mulai hilang beberapa tahun ini. Semua suku, etnis, agama dan golongan bersatu padu untuk membangun Aceh kembali.

Mengenai insiden atau isue2 yang berkembang bahkan yang mengatakan untuk menghentikan sumbangan ke Aceh, menurut pandangan kami SANGATLAH TIDAK ETIS DAN TIDAK PADA TEMPATNYA! Karena mengapa kita harus berhenti berbuat baik demi kemanusiaan hanya karena issue yang tidak jelas asal usulnya? Insiden2 itu tidak layak kita pikirkan, yang perlu kita pikirkan adalah mereka yang susah payah menyambung hidup di tempat2 pengungsian. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita membantu membangun kembali Aceh. Namun demikian kita juga tidak menutup mata, bahwa di level horizontal, dampak sosial yang terjadi dari bencana ini sungguhlah banyak dan menjadi salah satu tugas kita sebagai bagian bangsa ini untuk turut peduli

ulung,lisa,eric(Posko Perhimpunan Inti Jakarta di Aceh/Medan).

Posted by prasetyocm at 4:41 PM EST
Data Korban Sementara Hingga 5 Januari 2005
Topic: Data Korban
DATA KORBAN

a. Meninggal : 93.776 Orang

1) Krueng Mane 117 orang
2) Bieuen 594 orang
3) Aceh Timur 224 orang
4) Aceh Utara 4.196 orang
5) Banda Aceh 15.000 orang
6) Lhoksemawe 189 orang
7) Pidie 1.359 orang
8) Sabang 12.000 orang
9) Nias 227 orang
10) Tapanuli Tengah 1 orang
11) Pantai Cermin 8 orang
12) Ds. Nagan 1.338 orang
13) Aceh Jaya 15.000 orang
14) Calung 5.000 orang
15) Meulaboh 14.800 orang
16) Deli Serdang 8 orang
17) Aceh Besar 14.000 orang
18) Simeule 6 orang
19) RSU Adam Malik 3 orang
20) Pulau Aceh 4.000 orang
21) Aceh Selatan 6 orang
22) Aceh Barat 5.700 orang

b. Hilang : 2.146 orang

c. Dirawat 2.492 orang

Luka-luka (rawat inap) 1.139 orang

d. Rawat jalan 1.609 orang

e. Rumah Rusak Berat : 4.178 unit

f. Mengungsi : 269.847 orang

sumber: Depsos
http://www.depsos.go.id/
5 Januari 2005

Posted by prasetyocm at 12:48 AM EST
Updated: Thursday, 6 January 2005 1:23 AM EST
Wednesday, 5 January 2005
Korban Tewas 94.200
Topic: korban meninggal
Hingga Rabu (5/1) pagi ini Departemen Kesehatan mencatat jumlah korban yang tewas akibat gempa dan tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatra Utara (Sumut) mencapai 94.200 jiwa dengan korban hilang sekitar 6.700 jiwa. Sedangkan, jumlah pengungsi sebanyak 474.619 jiwa.

Demikian keterangan yang dirilis Kepala Bidang Kesiapsiagaan dan Mitigasi Departemen Kesehatan, Dr Tjetjep Ali Akbar di Jakarta, Rabu (5/1/05) pagi ini. Dia menyebutkan, hingga kini jumlah korban yang dirawat inap mencapai 1.051 orang dan rawat jalan sebanyak 2.242 orang."Korban yang luka dan dirawat inap serta rawat jalan itu berada di sembilan rumah sakit di Aceh dan 16 rumah sakit di Sumatra Utara."

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0501/05/sh02.html


Posted by prasetyocm at 8:37 AM EST
Updated: Wednesday, 5 January 2005 8:38 AM EST
1.000 Guru di Aceh Hilang
Banda Aceh, Sinar Harapan
Gempa bumi dan gelombang tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) delapan hari lalu telah menyebabkan hilangnya sekitar 1.000 guru dan 500 unit gedung sekolah. Hancurnya sarana pendidikan ini yang terparah terjadi di Kota Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Barat dan Aceh Besar.
Demikian penjelasan Kepala Dinas Pendidikan Aceh Anas M Adam kepada SH, Selasa (4/1), di Banda Aceh. Ia mengakui, data sementara yang diterima menyebutkan 126 sekolah rusak di Banda Aceh dan diperkiraan 600 guru meninggal berdasarkan tempat tinggal. "Kerugian fisik dan buku mencapai Rp 500 miliar," kata Anas yang juga kehilangan belasan keluarganya di Banda Aceh itu.
Kepala Dinas Pendidian Aceh itu membenarkan kerusakan sekolah terbesar untuk sementara waktu terjadi di Banda Aceh (126), Pidie (28) dan Lhokseumawe (7). Namun menyangkut kerusakan sekolah, guru atau murid hilang di kawasan Aceh Barat, Anas menyatakan belum menerima laporan.

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0501/04/sh03.html

Posted by prasetyocm at 8:09 AM EST
Updated: Wednesday, 5 January 2005 8:49 AM EST
Monday, 3 January 2005
Info dari Pelayanan Krisis dan Rekonsiliasi KWI
Topic: Penyaluran Bantuan


1) Tiga orang dari Caritas Internasional telah datang di KWI. Satu dari
Eritrea, satu dari Jerman dan satu dari Macau. Rapat bersama team Pelayanan
Krisis dan Rekonsiliasi KWI (PKR-KWI) juga menghadirkan Romo Sandyawan.
Perhatian ditujukan pada 1) masalah air karena kontaminasi 2) obat yanag
tepat dan cepat 3) rumah penampungan pengungsi 4) anak yatim piatu yang
sudah mulai berdatangan di Jakarta.

2) Tanggal 3 Januari, 2005, Romo A. Padmaseputra berangkat ke Banda Aceh
bersama relawan PKR-KWI. Dua hal yang pantas dicatat tentang keberangkatan
Romo Padma: Pertama, karena Romo Padma mempunyai pengalaman panjang bekerja
dengan kaum pengungsi di Pulau Galang. Kedua, karena dia adalah staf
Kardinal, sehingga Romo Kardinal akan memperoleh informasi pertama dari
lapangan. R. Padma akan tinggal di sana selama kira-kira 15 hari.

3) Di KWI, Romo Marya mengusahakan yang terbaik bagi tim ini dengan
memberikan ijin separoh garasi dijadikan gudang, kantin dijadikan
sekretariat. Yang juga membantu adalah Romo Satrio. Kolekte Misa Tahun baru
di Kanisius, Rp 15 juta telah diserahkan kepada tim relawan di PKR-KWI yang
tidak hanya terdiri dari orang-orang katolik. Rekan seperjalanan Romo Padma
misalnya, seorang putri Muslim dan masih ada orang muslim yang lain antara
lain Ocha Latjuba.

4) Pertanyaan pertama para penyumbang adalah apakah sumbangannya akan pasti
sampai ke sasaran?
Untuk itu kami berusaha keras untuk memiliki orang setempat sebagai
resipien. SEFA adalah salah satu LSM di Banda Aceh yang dikelola oleh
mahasiswa Banda Aceh. Pengiriman barang ke Banda Aceh direncanakan akan
disampaikan ke SEFA dan JRS. Supaya lebih lancar, nama sialamat itu sama
dengan KTP yang dimiliki oleh penerima.

Terima kasih dan salam,
I. Ismartono, SJ

sumber: forward email Rm.Ruky, SJ


Posted by prasetyocm at 10:42 PM EST
Surat dari Pelayanan Krisis dan Rekonsiliasi KWI
Topic: alamat penghubung

Pelayanan Krisis dan Rekonsiliasi
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
(PKR-KWI)
Jl. Cut Mutiah 10, Jakarta 10340, HP +62816978828


January 1, 2005

Dear Prospective Donor,

You have heard and seen through the media the massive impact of the
earthquake and tsunami disaster in northwestern Sumatra on December 26,
2004. Indonesia, along with other countries on the Indian Ocean, has
suffered terrible loss of life and damage in one of the world's worst
natural disasters in at least 40 years. According to the Jakarta Post of
December 31, 2004, almost 5 million people have been forcibly displaced and
the death toll has reached 79,000. The death toll is expected to exceed
100,000 in Indonesia alone.

How do we translate this knowledge into effective compassion?

The Crisis and Reconciliation Service of the Bishops' Conference of
Indonesia is responding by accepting an outpouring of donations of money,
food, supplies, and time from generous people throughout Indonesia and
beyond. Within days, thanks to scores of volunteers and coordinated
effort, seven trucks full of food, medicine and clothes went to Aceh, a
small beginning. As the dimensions of the tragedy in terms of human loss,
suffering, and destruction become clearer, we need to plan well for an
ongoing, long-term response. We continue to receive expressions of love
and solidarity in the form of goods, medicine, equipment and money. As you
know, much, much more is needed. We ask you to be as generous as you can.
We are resolved that your gift reach those most in need in a
well-coordinated, direct, and transparent way. We promise that your gift
will give hope to those whose lives have been changed irrevocably by this
tragedy.

Please send your gift to:

(USD Account)
ABN AMRO BANK
Jl. Ir. H. Juanda 23
Jakarta Pusat
Indonesia
Acc. No: 13.21.218 USD
Destination: KWI
Swift Code: ABNAIDJA
Purpose: Crisis Center - I. Ismartono, SJ

Thank you. May God bless your generosity in 2005. We thank God for you.



Fr. Ignatius Ismartono, SJ
Coordinator, Crisis and Reconciliation Service
Bishops' Conference of Indonesia


Posted by prasetyocm at 10:39 PM EST
Perlu Kerjasama Lintas Agama
Topic: Relawan

Kehadiran para relawan antarbangsa yang umumnya beragama bukan Islam, lebih
khusus lagi adalah Kristen (Katolik dan Protestan) bisa dimanfaatkan oleh
pihak-pihak yang kurang berakal. Karena itu, pendampingan oleh kelompok
bukan Kristen diharapkan dapat menekan kemungkinan yang secara bersama tidak
kita inginkan.

Mengesalkan, namun begitulah keadaannya...
:-(


Sumber: email
Dari: Sharif Dayan
Kelompok Kerja Persaudaraan Pemudi/a Antariman Kota Palembang

Posted by prasetyocm at 8:13 PM EST
Sunday, 2 January 2005
Sikap Pemerintah Ttg Adopsi Anak Aceh


Presiden: Tidak Benar, Pemerintah Buka Peluang Pengadopsian Anak-Anak Aceh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membantah bahwa pemerintah membuka ruang bagi pihak-pihak yang ingin melakukan pengadopsian terhadap anak-anak Aceh yang kehilangan orang tuanya akibat bencana gempa dan gelombang tsunami.

Menurut Presiden, pengadopsian tersebut tidak dibenarkan sama sekali untuk mencegah terjadinya perdagangan anak ilegal.

http://www.kompas.com/utama/news/0501/02/232331.htm


Posted by prasetyocm at 1:44 PM EST
Updated: Sunday, 2 January 2005 1:46 PM EST
Usulan Kegiatan
Saya rasa banyak juga orang sini yg ingin melakukan sesuatu, tapi ngga tahu mesti ke mana, jadi ada bbrp usul saya :

1. Menaruh kotak dana di mall / toko-2 atau sekedar coin kembalian dan ditulis : Untuk korban tsunami di Indonesia (specific), karena kita akan utamakan saudara-2 kita di tanah air.

2. Mengadakan lelang barang-2 kita dan semua cash akan disalurkan ke Aceh.

3. Khusus buat kita-2 sendiri, kalau nyumbang, mending yg lokal aja, karena kalau spt red cross, mereka akan bagi ke berbagai negara lainnya.

Sumber: Email
Yuli (KKI-OR)
1 Januari 2005

Posted by prasetyocm at 3:10 AM EST
Updated: Sunday, 2 January 2005 12:58 PM EST

Newer | Latest | Older