« January 2005 »
S M T W T F S
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28 29
30 31
You are not logged in. Log in
Aksi Kemanusiaan
Monday, 10 January 2005
Orang Tua Asuh Korban Bencana Tsunami di NAD Harus Beragama Islam
Topic: Orangtua Asuh

Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi memutuskan, anggota masyarakat yang ingin menjadi orang tua asuh bagi anak-anak korban tsunami di Nanggroe Aceh Darusalaam (NAD) harus beragama Islam, memiliki kemampuan ekonomi, dan kondisi keluarga yang baik.

Ketentuan itu tertuang dalam keputusan nomor 2/2005 badan itu yang mengatur tentang Penanganan anak yatim/terlantar korban gempa bumi dan tsunami di NAD. Keputusan itu juga menyebutkan bahwa orang tua asuh tersebut diputuskan oleh departeman sosial setelah mendapatkan pertimbangan dari tim yang dibentuk dan melibatkan instansi terkait seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta organisasi Islam lainnya dan pemuka masyarakat Aceh.

Keputusan untuk orang tua asuh tersebut juga diutamakan kepada masyarakat Aceh terlebih dahulu setelah itu baru untuk masyarakat Indonesia lainnya. Dalam keputusan tersebut juga diatur bahwa anak-anak NAD yang kehilangan orang tuanya, akan ditampung dan diasuh serta dilakukan pendataan untuk mencari keluarga terdekatnya di Banda Aceh, Lhokseumawe, Meulaboh atau tempat lain di propinsi NAD serta dilarang membawa anak-anak tersebut keluar dari NAD sebelum dilakukan pendataan.

Apabila tempat penampungan yang ada di NAD tidak mencukupi, setelah didata dengan baik dan tidak ditemukan keluarga dekatnya yang mampu menampung, akan ditempatkan dipanti asuhan pemerintah atau panti yang dikelola yayasan Islam serta pesantren-pesantren yang memenuhi syarat di Sumatera dan tempat lainnya.

Sementara pelaksanaan pendataan terhadap anak-anak tersebut dibantu oleh Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GN-OTA), sedangkan penanganannya dilaksanakan dan dikoordinasikan oleh Mensos, Menag, Mendiknas dan Menteri negara Pemberdayaan Perempuan.(Ant/Nik)

http://www.kompas.com/utama/news/0501/10/120615.htm

Posted by prasetyocm at 12:53 AM EST
Sunday, 9 January 2005
LAPORAN JRS TTG SITUASI ACEH DAN SUMATERA UTARA
Topic: Penyaluran Bantuan

8 Januari, 2005

Situasi umum
* Sekretaris Jendral PBB, Kofi Annan, kemarin (7 Januari)
mengunjungi Banda Aceh dan Meulaboh.
* Pemerintah Indonesia memperkirakan, diperlukan dana sebesar Rp
20 triliun (kira-kira USD 2 milyar) untuk rekonstruksi daerah yang
terkena bencana di Aceh dan Sumatera Utara.
* Prosedur distribusi bantuan di sekitar Banda Aceh rupanya
diubah (prosedur lama lihat laporan tanggal 5 Januari). Prosedur baru
setidaknya sampai tanggal 6 Januari kemarin belum berjalan.
* Orang asing yang hendak mengunjungi Aceh harus mendapatkan
surat izin yang dikeluarkan oleh Departemen Sosial yang mendirikan
posko di bandara Polonia Medan.
* Di Meulaboh telpon mulai berfungsi pada tanggal 7 Januari
paling tidak telpon flexi (cdma) dengan nomor Jakarta. JRS sudah bisa
menghubungi kontak person di sana.
* Kehidupan sehari-hari di Meulaboh masih cukup sulit karena
infrastruktur yang hancur hampir seluruhnya.
* Menurut data yang disampaikan oleh radio Delta FM (105,8), di
Medan saat ini ada 8 kamp pengungsi korban tsunami asal Aceh. Jumlah
kamp ini masih dapat bertambah karena belum ada data resmi.

Bantuan kemanusiaan
* Sejak tanggal 6 Januari di Medan diadakan rapat koordinasi
harian di hotel Novotel yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah
Indonesia, angkatan bersenjata negara-negara asing yang membantu
korban, dan NGO-NGO.
* Berdasarkan hasil rapat koordinasi di Medan, pengiriman
bantuan dapat dilakukan dengan menggunakan pesawat milik angkatan
udara beberapa negara yang ada di Medan. Prosedurnya: mengisi formulir
yang disediakan dan menyerahkannya pada petugas di Hotel Novotel
Medan. Prioritas pengangkutan saat ini adalah bahan makanan dan obat-
obatan.
* IOM (International Organization for Migration) menawarkan
bantuan untuk mengangkut bantuan lewat jalan darat dari Medan ke Banda
Aceh.

Bantuan JRS
* Pada tanggal 7 Januari, JRS Medan mengirim tim kecil (4
orang) yang terdiri dari dua orang staf JRS Malaysia, seorang relawan
dokter asal Medan, dan Ingvild Solvang (advocacy officer nasional) ke
Banda Aceh lewat jalan darat dengan menggunakan Kijang sewaan.
Perjalanan menempuh waktu 14 jam dan berlangsung lancar. Tim kecil ini
terutama bertugas melihat kebutuhan kesehatan untuk kemudian
menentukan langkah yang tepat.
* Pada tanggal yang sama JRS Medan juga mengirimkan lewat darat
bantuan obat seberat 300 kg bantuan dari Society of St. Vincent de
Paul Malaysia dan alat-alat evakuasi seperti pelampung dan masker.
* Pada tanggal 9 Januari besok, JRS berencana mengirim 20 orang
relawan yang terdiri dari relawan grup Tempo dan pecinta alam menuju
kawasan sepanjang pantai di kabupaten Aceh Jaya antara Banda Aceh dan
Meulaboh. Jalan darat antara kedua kota tersebut terputus sehingga tim
ini akan berangkat menggunakan perahu motor. Tim ini akan melakukan
survey selama satu minggu. Pada hari berikutnya direncanakan akan
segera dikirim logistik ke daerah-daerah yang akan dikunjungi tersebut.

Perhatian khusus
* Rm. Edi pergi ke Meulaboh pada tanggal 6 Januari dalam rangka
mencari kabar mengenai Nyaksih. Rumah Nyaksih di Jl. Abadi no.67 masih
berdiri utuh. Di sana ketemu bapak dan ibu mertuanya dan adik-adik
iparnya. Nyaksih pergi ke rumah orangtuanya di Naganraya bersama
isteri dan anak-anaknya. Sayang tidak ketemu langsung tapi sudah jelas
Nyaksih selamat meskipun 15 saudaranya meninggal. Nyaksih menelpon
kantor JRS Medan pada tanggal 7 Januari dari Meulaboh.
* Pendidikan anak-anak di daerah bencana mulai dipikirkan oleh
JRS. Anak-anak yang selamat, selain menderita luka-luka fisik, juga
harus menanggung kehidupan yang serba tidak jelas dan muram di kamp-
kamp pengungsian. Mereka membutuhkan kesempatan dan sarana untuk
mempunyai kegiatan yang positif.

Sumber: forward email Rm.Ruky

Posted by prasetyocm at 5:49 PM EST
LAPORAN JRS TTG SITUASI ACEH DAN SUMATERA UTARA
Topic: Penyaluran Bantuan

5 Januari, 2005

Situasi umum
* Departemen kesehatan pada tanggal 4 Januari melaporkan bahwa
jumlah korban jiwa di Aceh dan Sumatera Utara mencapai 94.100.
* Sebanyak 387.607 orang mengungsi di tenda-tenda dan kamp-kamp
pengungsian yang tersebar di banyak tempat.
* Kehidupan di Banda Aceh pelan-pelan kembali normal dan
beberapa pasar mulai beroperasi.
* Jenasah-jenasah telah dibersihkan dari tempat-tempat umum tapi
mungkin masih ada banyak di bawah reruntuhan bangunan yang belum
disentuh. Masih terlihat mayat-mayat di pinggiran Banda Aceh.
* Pompa bensin sudah mulai berfungsi.
* Angkutan umum belum berfungsi di Banda Aceh.
* Transportasi udara ke Aceh masih sulit terutama dengan adanya
penundaan penerbangan antara Jakarta dan Medan. Bandara di Banda Aceh
sempat ditutup kemarin karena kecelakaan pesawat di landasan.
* Bis umum rute Banda Aceh - Medan sudah beroperasi.
* Banyak korban yang hidup belum menerima bantuan kemanusiaan
terutama di daerah sepanjang pantai barat Aceh. Meskipun Meulaboh
sudah dapat dijangkau lewat darat, bantuan kemanusiaan masih sulit
masuk karena kondisi jalan yang buruk.
* Pemerintah daerah Banda Aceh diharapkan dapat bekerja mulai


Kamis, 6 Januari.

Bantuan kemanusiaan
* Departemen kesehatan dan UNICEF akan mulai vaksinasi pada 5
Januari.
* Banyak anak yang terpisah dari keluarganya rentan terhadap
kemungkinan jual beli anak dan adopsi ilegal. Pemerintah Indonesia
telah mengeluarkan peraturan bahwa anak-anak tersebut tidak boleh
meninggalkan Indonesia. Disarankan pada pemerintah agar membantu anak-
anak itu untuk tetap di Aceh bersama keluarga atau keluarga besarnya
dan di tengah-tengah komunitasnya.
* Pemerintah Indonesia akan menyelenggarakan pertemuan khusus
para pemimpin ASEAN mengenai akibat bencana tsunami. Pertemuan
tersebut akan dihadiri oleh perwakilan PBB, LSM, Bank Dunia, dan
pemerintah-pemerintah di kawasan yang terkena bencana.

Bantuan JRS
* Setiap hari JRS mencari para pengungsi yang belum terdaftar di
kamp-kamp di kawasan di luar Banda Aceh.
* Tanggal 5 Januari, sebuah truk JRS sampai di Banda Aceh
membawa BBM dan barang-barang kantor.
* Tanggal 5 Januari, sebuah pick up JRS berangkat ke Banda Aceh
membawa bahan makanan.
* Dua truk sewaan JRS akan digunakan untuk distribusi bantuan
dalam koordinasi dengan Satkorlak.
* JRS membantu pengungsi di kamp-kamp terpencil untuk menerima
informasi mengenai prosedur penerimaan bantuan dan memberi bantuan
transportasi.
* Di Banda Aceh JRS punya kantor, 2 truk, satu sepeda motor,
satu pick up. Saat ini di kantor Banda Aceh ada 16 orang staf.
* Kantor JRS Medan menjadi pusat logistic dan informasi JRS.


Perhatian khusus
* Untuk memperoleh bantuan, pengungsi di kamp-kamp harus menulis
surat yang ditujukan kepada Satkorlak. Satkorlak kemudian mengeluarkan
surat yang dibawa oleh perwakilan pengungsi ke gudang-gudang
penyimpanan bantuan. Pemerintah saat ini tidak punya cukup kendaraan
untuk mengangkut bahan-bahan bantuan ke kamp pengungsi.
* Pengungsi di kamp-kamp kecil sulit mendapatkan bantuan karena
umumnya mereka tidak terdaftar. Mereka juga dicurigai baik oleh
pemerintah maupun lembaga-lembaga bantuan lainnya karena pernah
terjadi penyalahgunaan yaitu bahan-bahan itu dijual kembali.
* Nyaksih Phaisal, seorang staf JRS Indonesia, dan keluarganya
di Meulaboh masih belum diketahui keberadaannya.

Sumber: forward email Rm.Ruky


Posted by prasetyocm at 5:41 PM EST
Saturday, 8 January 2005
Kementerian PP Segera Buka 20 Children Center di Aceh
Topic: Children Center

Kementerian PP Segera Buka 20 Children Center di Aceh

detikcom - Jakarta, Kantor Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan akan membuka 20 children center bagi anak korban Tsunami Aceh dalam satu minggu kedepan. Ditargetkan ada sekitar 200 children center yang akan disebar diseluruh Nanggore Aceh Darussalam.

Kita bekerja sama dengan Depdiknas, akan mendirikan sekolah-sekolah terbuka dan children center dimana setiap 20 tempat pengungsian akan ada satu pusat anak atau children center yang juga akan disatukan dengan pendidikan anak usia dini, kata Rahmat Sentika, Deputi Kesejahteraan dan Perlindungan Anak Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dalam Bincang Sabtu di Marios Place-Plaza Kuningan Jakarta, Sabtu,(8/1/2005).

Rahmat juga menegaskan, dalam satu minggu kedepan akan ada 20 children center yang tersebar diseluruh daerah yang terkena bencana Tsunami. Kita targetkan 200 children center secara bertahap dan 400 orang akan menjadi pelatih bagi relawan-relawan atau masyarakat setempat yang dapat melindungi anak-anak, ujar Rahmat.

Menurut data, korban bencana Tsunami Aceh diperkirakan sepertiganya adalah anak-anak yang berjumlah sekitar 30 ribu anak. Maka itu ketika melakukan registerasi akan diarahkan pada upaya reunifikasi atau penyatuan kembali dengan keluarga maupun orang tua dari anak-anak tersebut. Selain itu juga akan dilakukan upaya psiko sosial dan pelayanan kebutuhan dasar serta pelayanan kebutuhan lanjutan seperti pendidikan.

Guru yang akan disediakan untuk children center, menurut Rahmat, saat ini sudah tersedia untuk kebutuhan 20 tempat dulu. Untuk itu diperlukan 20 pengelola dimana saat ini ada sekitar 400 orang yang sedang dilatih. Saat ini tiga tempat children center yang sudah siap yaitu di TVRI, Masjid Baiturrachman dan Universitas Muhammadiyah.

Dijelaskan, konsep pendidikan akan sama dengan pendidikan di sekolah-sekolah biasa tetapi bedanya ini dilakukan diluar ruangan karena kondisi darurat, sampai sekolah-sekolah yang dibangun sudah jadi.

Mengenai jumlah anak korban Tsunami Aceh yang ada di Jakarta menurut Rahmat hal tersebut agak sulit data. Namun diperkirakan ada sekitar 500 sampai 1.000 anak korban Tsunami Aceh yang masuk Jakarta dan umumnya dibawa oleh keluarganya.

Data Depsos menyebutkan jumlah anak korban Tsunami Aceh yang ada di Jakarta sebanyak 312 anak. Kemudian dari data Halim Perdana Kusumah 36 anak, di rumah sakit-rumah sakit 36 anak tetapi tinggal 18 anak karena ada meninggal sebanyak 18 anak. Serta yang ada di Diklat PLN sebanyak 54 anak.

Rahmat mengimbau kepada para keluarga, orang atau lembaga yang merasa mengambil anak-anak Aceh dalam rangka pengasuhan dan perawatannya untuk segera melaporkan ke pos-pos perlindungan anak yaitu depsos lantai tujuh dengan no telepon 3100175 atau Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan lantai tiga dengan no telepon 3805543.


http://jkt1.detiknews.com/

Posted by prasetyocm at 3:16 AM EST
Sudah 78.351 Jenazah Dievakuasi dan Dikubur
Topic: Data Korban

Sudah 78.351 Jenazah Dievakuasi dan Dikubur
Sabtu, 08 Januari 2005 | 13:09 WIB

TEMPO Interaktif, Banda Aceh: Hingga hari ke-14 pascagempa bumi dan gelombang tsunami, tim evakuasi Satkorlak Bencana Nanggroe Aceh Darussalam telah mengevakuasi dan mengubur 78.351 jenazah. Dalam hari-hari mendatang, diperkirakan jumlahnya akan terus bertambah, "karena masih banyak mayat yang belum dievakuasi," kata staf Tim Evakuasi Satkorlak Bencana Nanggroe Aceh Darussalam, Eka Susila, kepada Tempo, Sabtu (8/1).

Dari seluruh kota dan kabupaten di Aceh, jumlah korban terbesar yang telah dievakuasi terdapat di Kota Banda Aceh, sebanyak 28.731 mayat. Kabupaten Aceh Jaya sebanyak 17.568 mayat dan Aceh Besar sebanyak 14.000 mayat.

Pada jumat (7/1) kemarin, tim evakuasi di Banda Aceh berhasil mengevakuasi 2.574 mayat. Menurun jika dibanding sehari sebelumnya, Kamis (6/1) yang mencapai 3.980 mayat. Evakluasi mayat ini dilakukan oleh unsur TNI, Polri, PMI, SAR dan para relawan dari berbagai organisasi.

Dari 2.574 mayat, sebanyak 1.571 mayat dievakuasi tim TNI di daerah sekitar Cot Goeh, Kajhu, Tanjung Dayah, Ajun, dan Simpang Rima. Relawan mengevakuasi 609 mayat di Simpang Ketapang, Darussalam, Lampriet, dan Perumahan Ajun. Polri merevakuasi 264 mayat di kawasan Polda, Polres, dan Lamtemen. Sedangkan 130 mayat dievakuasi PMI dan SAR di Darussalam, Ajun, dan Asrama Lampriet.

"Mereka terus bahu membahu, meski kelelahan," kata Eka. Untungnya, kata dia, jumlah relawan terus bertambah, sehingga anggota tim yang fisiknya mulai kendor bisa diistirahatkan begitu tiba anggota relawan baru.

Dari sekitar 111 organisasi relawan yang membawahi 5.029 anggota, tidak sampai 10 persennya terjun dalam tim evakuasi. Karenanya, Eka berharap kepada para relawan yang sudah ada di Aceh maupun yang masih di luar Aceh, supaya menyisihkan sebagian anggotanya untuk masuk dalam tim evakuasi. "Agar evakuasi mayat cepat
selesai," kata Eka.

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/01/08/brk,20050108-03,id.html


Posted by prasetyocm at 3:01 AM EST
Pengungsi Ujong Batee Membutuhkan Dokter
Topic: Pengungsi

Pengungsi Ujong Batee Membutuhkan Dokter
Sabtu, 08 Januari 2005 | 14:52 WIB

TEMPO Interaktif, Banda Aceh: Para pengungsi yang saat ini tengah berada di penampungan SMK I Ujong Batee Kilometer 15, Kabupaten Aceh Besar, sangat membutuhkan kehadiran dokter dan bantuan medis lainnya. Dalam pantauan Tempo, Sabtu (8/1), para pengungsi yang jumlahnya 1.060 orang, terdiri dari anak-anak dan orang dewasa, sudah terserang berbagai penyakit.

Anak-anak balita yang ada di pengungsian ini umumnya terkena diare, demam, susah tidur dan tidak mau makan. Sementara orang-orang dewasa terlihat belum pulih dari trauma fisik, beberpa orang bahkan terlihat cukup parah. Kebanyakan dari para pengungsi ini menunjukan tanda-tanda trauma dan stress, juga selalu merasa sakit di bagian dada ketika bernafas.

Banyak dari kaum pengungsi yang tidak berani tidur di dalam bangunan sekolah. Mereka justru mendirikan tenda-tenda di halaman sekolah yang masih utuh
bangunannya itu.

Menurut penuturan Aminah, warga Lamnga yang mengungsi disini, anaknya yang bernama Lisna (1,5 tahun) hanya mau minum air putih. "Ia sama sekali tidak mau makan, dari hari ke hari semakin kurus," kata perempuan berusia 35 tahun itu. Sementara anaknya yang lain, Amelia (3,5 tahun) mengalami trauma dan dibayangi ketakutan. "Ia suka nangis dan tidak mau kembali ke rumah, takut air," kata Aminah.

Aminah juga menceritakan, selama sepuluh hari berada di pengungsian, ia beserta pengungsi lain hanya makan mie instan dan roti. "Yang kami butuhkan sekarang
beras," ujar ibu dari 5 orang anak ini. Soal air bersih memang sudah ada, setidaknya ada dua tangki biru yang disediakan oleh Departemen Pekerjaan Umum.

Pengungsi lainnya, M. Thair asal Lamnga, juga mengakui sangat rindu makan nasi. Karena sudah lebih dari 10 hari ia hanya makan mie instan. "Selain beras, kami
juga membutuhkan minyak dan gula," kata Thair.

Para pengungsi yang ada di Ujong Batee ini berasal dari empat desa di Aceh Besar. Yakni Dusun Blehdes, Lamnga, Bakme dan Lamkuta. Rata-rata, dari empat desa tadi, hanya sebagian kecil penduduk dan bangunan yang bisa selamat dari tsunami.

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/01/08/brk,20050108-05,id.html


Posted by prasetyocm at 2:53 AM EST
Perlunya Bantuan Untuk Pendidikan Anak-anak
Topic: Pendidikan Anak

Hari Selasa, 4 Januari'05, KEVIN Malang mengadakan
pertemuan untuk membahas hal-hal yang bisa dilakukan
untuk membantu saudara-saudara kita di lokasi tsunami.

Para korban tsunami tidak hanya memerlukan bantuan di
masa emergency. Lebih dari itu mereka tentu berharap
akan kepastian hidup di hari-hari mendatang. Bagaimana
dengan tempat tinggal, penghidupan, ataupun pendidikan
anak-anak mereka?

Berangkat dari pemikiran tersebut, KEVIN Malang
sepakat untuk memberikan bantuan dalam program
rehabilitasi, misalnya penanganan trauma atau
pendidikan anak-anak (pengadaan fasilitas seperti
buku-buku, penyediaan beasiswa, dll).

Agar bantuan tepat pada sasaran, maka hari-hari ini,
kami mencoba untuk mengumpulkan data dari berbagai
sumber dan kontak langsung dengan beberapa person di
lokasi bencana. KEVIN Malang menugaskan Sdri. Agnes Sapta (Perkasih), fr.Sigit CM, dan saya
(Kristien-MAVI), untuk mencari dan mengumpulkan data-data.

Tadi malam, Romo Rudy berhasil kontak dengan fr.
Dionisius CMM dan Sr. Klara OSF yang bertugas di Nias Barat. Jumlah
yang meninggal 100 orang tapi yang hilang lebih banyak
dari itu. Daerah ini memang kurang terperhatikan
(mungkin karena jumlah korban jiwa yang tidak terlalu
banyak, dan air yang cepat surut).
Saat ini yang diperlukan adalah bantuan berupa uang
untuk membangun rumah bagi para pengungsi. Sampai saat
ini, mereka masih menumpang di beberapa rumah
penduduk. Tentu keadaan ini tidak mungkin selamanya.

Di samping itu juga diperlukan dana untuk biaya
pendidikan anak-anak yang orangtuanya menjadi korban
tsunami di kampung-kampung. Fr. Dion akan memberikan
data lebih lengkap mengenai kondisi para korban dan
pengungsi di sana.

KEVIN Malang
d/a Jl. Raya Langsep 58 Malang 65146
Telp.0341-566858
Contact person: Rm.Rudy Sulistijo CM atau Kristien
Acc.: BCA Cabang Kawi, no. 3850297761,
a/n Stephanus Rudy Sulistijo.
memo: bantuan untuk Aceh


Sumber: Kristien (MAVI)

Posted by prasetyocm at 12:37 AM EST
Updated: Saturday, 8 January 2005 12:52 AM EST
Friday, 7 January 2005
PKS Kelola 150 ribu Lebih Pengungsi di Aceh
Topic: Pengungsi
Posko-posko Komite Kemanusiaan Aceh yang dikoordinir Partai Keadilan Sejahtera (KKA-PKS)

Dari sembilan kabupaten dan kotamadya yang terkena bencana, KKA mendirikan 19 Posko di Aceh Besar, 8 Posko di Kodya Banda Aceh, 2 Posko di Aceh Jaya, dan 1 Posko, masing-masing di Sigli, Aceh Utara, Langsa, Bieruen, dan Aceh Barat. Setiap Posko dikelola oleh koordinator relawan yang mumpuni. Mereka juga didukung masyarakat sekitar yang masih selamat.

Setiap posko mempunyai tanggungjawab untuk 4 (empat) hal penting; pertama, distribusi bahan kebutuhan pokok kepada korban melalui pos-pos kecil di tingkat kecamatan dan kelurahan. Kedua, melayani pengobatan gratis bekerjasama dengan para dokter dan paramedis dari BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia). Ketiga, melakukan evakuasi korban yang sudah meninggal atau pun selamat tapi baru ketahuan saat ini. Keempat, melakukan pendataan tentang orang-orang yang dianggap hilang.

Salah satu posko yang menampung pengungsi dalam jumlah besar (17.000 orang) terletak di kecamatan Darussalam dengan koordinator Nourman Hidayat. Lalu, diikuti oleh Posko Lhokseumawe (15.000 orang), Calang Aceh Jaya (13.000 orang), Meulaboh (11.500 orang) Lamno Aceh Jaya (10.900 orang), Kecamatan Ingin Jaya Aceh Besar (10.294 orang) dan Kecamatan Darul Imarah Aceh Besar (10.000 orang). Posko-posko yang lain menampung dan melayani rata-rata 1.000-8.000 orang.

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2005/01/07/brk,20050107-48,id.html

Posted by prasetyocm at 2:07 PM EST
Thursday, 6 January 2005
Pengungsi di NAD Capai 517.226 Orang
Topic: Pengungsi
Pengungsi di NAD Capai 517.226 Orang

Jumlah pengungsi di Nanggroe Aceh Darusslam (NAD) pada hari ke-11, pasca-gempa dan gelombang tsunami (26/12) tercatat sebanyak 517.226 jiwa, demikian data Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan (PPMK) Depkes, di Jakarta, Kamis (6/1)malam.

Sebanyak 517.226 pengungsi asal NAD itu terbagi atas

27.006 orang di Banda Aceh,
40.295 di Aceh Besar,
90.315 di Pidie,
97.942 di Aceh Utara,
22.000 di Aceh Timur,
6.430 di Aceh Tamiang,
6.125 di Aceh Jaya,
7.874 di Aceh Barat,
11.281 di Nagan Raya,
165.083 pengungsi NAD di Medan,
300 di sabang,
37.947 di Bireun,
4.203 di Langsa dan
425 orang NAD di Jakarta.

sumber: Kompas, 7 Januari 2005

Posted by prasetyocm at 5:50 PM EST
Updated: Thursday, 6 January 2005 5:52 PM EST
Fakta-Fakta Menggelitik
Topic: Relawan

Fakta-Fakta Menggelitik yang kami temui sepanjang perjalanan kami ke Aceh dan Sumatera Utara:

Sepanjang perjalanan kami banyak fakta-fakta yang kami lihat, kami dengar dari para keluarga dan korban yang mungkin bisa kita pelajari lebih lanjut, dianalisa, dan menjadi bahan pertimbangan kita untuk bergerak ke depan :

1. Penyerahan `otonomi' kepada mereka yang mempunyai fasilitas.
Pada hari pertama kami datang ke bumi NAD, terlihat bahwa semua keputusan ada di tangan militer dan pemerintahan sementara (satkorlakpus dan satkorlakda), baik penyimpanan dan pendistribusian logistic, pusat informasi, penyeleksian pengungsi,dll. Hal ini bisa dimaklumi mengingat semua fasilitas dan pemerintahan Aceh yang lumpuh total, dan hanyalah Pangkalan Militer AU yang masih mempunyai koordinasi dan tempat yang layak. Para Relawan ada yang sudah datang, namun belum banyak dan tampaknya pun belum bisa berbuat banyak karena tidak adanya fasilitas, semua bergantung pada militer dan beberapa pesawat militer asing (waktu itu masih Singapura). Hal ini menyebabkan logistic bertumpuk begitu banyaknya di gudang, dan prosedur pendistribusian logistic pun sulit dan berbelit-belit.
Malam itu, semua berubah. Logistik boleh dan bisa didistribusikan kemanapun bahkan sampai ke kelurahan2 terkecil dengan catatan diantarkan oleh truk relawan sendiri. Gudang pun berkurang sampai 40%. Para Relawan tinggal mengkoordinasikan daerah2 mana yang sudah diberi logistic.
Hal ini juga menyebabkan kami tertunda di Bandara Sipil SIM selama hampir 10 jam, karena para tentara militer Negara asing pun berhak memilih dan memasukkan sendiri para pengungsi2 itu. Jadi mirip antrian bioskoplah, siapa cepat dia dapat, biasanya yang sakit2 diprioritaskan dulu. Jadi tak tegalah kami bersaing dengan pengungsi2 itu, maka kami pun memilih penerbangan sipil yang tertunda-tunda terus.
Jadi para relawan yang mempunyai fasilitas lengkap seperti truk, pesawat, dapur umum dll terlihat langsung bergerak keliling kota.
Karena medan yang berat, banyaknya pekerjaan, dan sedikit yang bekerja, akhirnya otoritas itu diabaikan (meskipun masih dalam koordinasi yang menurut saya wajarlah) dan kemanusiaanlah yang diutamakan.

2. Tentang GAM
Kami pun mendengar banyak issue mengenai GAM yang berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan. Misalnya bahwa issue penjarahan itu dibuat oleh oknum GAM yang akan mengkorek2 senjata yang tercerai berai (tapi, mau cari di sudut yang mana kalau satu kota puing semua? ) Atau bahwa mereka merampas makanan, dll, maka itu militer tadinya bersikeras agar semua koordinasi masih tetap mereka tangani. Tapi karena terbatasnya daya mereka, akhirnya masalah GAM juga bukan menjadi issue yang terlalu ditakutkan lagi namun tetap diwaspadai. Iring2an logistic di jalan pun kini tidak lagi terhambat, dan banyak relawan pun pasrah, kalau benar dirampas GAM ya berikan sajalah, toh mereka pun manusia...

3. Bantuan yang dijual
Masalah ini juga yang menjadi salah satu factor logistic `takut' untuk dibagikan, `nanti dijual', katanya.. Memang ironis, saat yang lain butuh makanan yang dibagikan gratis, kok tega2nya ada yang menjual logistic gratis yang dibagikan. Tapi yang kami coba amati di lapangan, mereka yang menjual pun korban juga, dan uangnya mau buat beli tiket ke medan, ataupun untuk bekal karena mereka sudah habis2an tidak punya apa2 lagi. Dan yang dijual pun sedikit, paling2 muat ditata dalam satu meja ukuran anak sekolah dasar. Jadi hal2 demikian tidak perlu dimasalahkan, kalau ada yang korupsi sekalipun, biarlah menjadi urusan pribadinya dengan Tuhan YME.

4. Sulitnya keluar dari Aceh
Terus terang kami masih kaget waktu kami tiba di Aceh, karena walaupun sudah menyiapkan tubuh, jiwa, pikiran akan kemungkinan yang paling buruk, ternyata yang kami lihat benar2 sangat mengagetkan. Walaupun sudah berangkat dengan informasi yang kami dapat dari media, internet, koordinasi dengan LSM lain, dll ternyata informasi yang kami bawa hanya 30% dari kenyataan di lapangan. Hal ini juga yang membuat kami sulit keluar dari Aceh untuk koordinasi dan meneruskan pengiriman bantuan yang ada di Medan. Kami sulit mencari `tebengan' pesawat, tidak ada mobil umum, bisa sewa mobil tapi mahal sekali dan tidak ada supir yang mau , waktu itu juga belum ada sinyal telpon,< SPAN style="mso-spacerun: yes"> Bahkan ke bandara sipil pun harus jalan kaki. Jadi kami menunggu sabar di bandara sipil untuk mendapatkan tiket yang antri selama 2 jam, beli tiket jam 09.00, bisa berangkat jam 17.00, tapi kami lega, yang penting dapat tiket! Jadi kami keliling2 sekitar bandara cari informasi lagi, setelah jam 17.00 kok belum berangkat? "Penuh! Nggak bisa landing di Polonia, jadi tunggu saja.." begitu kata bagian informasi, jadi kami pun menunggu sampai akhirnya jam 22.00 pesawat datang.

5. Rebutan Korban
Para Relawan yang tergabung dalam group besar memang datang dengan persiapan full. Apalagi yang dari luar negeri (walaupun ada beberapa yang datang dengan gagah, tapi pulang lagi setelah melihat medan yang berat) mereka datang dengan tenda yang cantik, truk2 kontainer besar, pesawat carteran, dapur umum, handphone satelit, parabola, laptop dan internet, dll. (ini memang mutlak diperlukan kalau mau mobile dan efektif). Tim medisnya pun rapih dan bersih. Ternyata yang melihat fakta ini bukan kami saja, bahkan korban pun bisa melihatnya! Ada seorang ibu yang cedera kakinya dan harus dioperasi lebih memilih ditangani oleh relawan asing dan tidak mengerti bahasanya, dibanding oleh relawan local yang memang pas-pasan fasilitasnya. Insiden ini pun menimbulkan kecemburuan social, `memangnya kami nggak bisa??" kata salah seorang relawan lokal dengan raut wajah kesal, apalagi relawan asing juga terlihat eksklusif karena sibuk sendiri dan tidak berbaur ( ternyata ini salah satunya dikarenakan factor bahasa...)

6. Terlambat... atau nasib?
Kami pun melihat satu kejadian yang sangat mengharukan. Pagi2 seorang ibu mendatangi kami minta tolong agar suaminya diprioritaskan naik pesawat ke medan karena darah sudah mulai masuk ke paru2. Setelah kami bicarakan, akhirnya bapak yang sudah diinfus darah itu pun naik ke pesawat. Ternyata dia sudah menunggu antrian pesawat semalaman, tapi batal berangkat karena tidak bisa mendarat di Polonia Medan. Tapi sesampainya di dalam pesawat, bapak ini menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal di pesawat Hercules Australia yang sekiranya langsung terbang ke Medan.

7. Relawan baik hati yang jadi pengungsi
Kami bertemu dengan banyak relawan yang mempunyai semangat besar. Mereka umumnya datang sendiri2 dengan atau tanpa membawa bendera institusi. Tapi seperti kami, mereka pun kaget melihat fakta di lapangan. Praktis mereka tidak bisa mengerjakan apa2, mau ke Aceh tidak ada mobil, mau ke pengungsi tidak ada truk, bekal pun lama2 habis. Akhirnya justru mereka jadi sama dengan para pengungsi, tidur di lapangan bandara menunggu giliran terbang dan minta jatah logistic dari posko di bandara.

8. Tour Bencana
Fakta ini yang juga terlihat mengesalkan banyak pihak. Medan yang berat telah membuat banyak orang yang datang tanpa persiapan pulang kembali. Ada yang balik lagi, ada yang memang betul2 pulang merasa tidak sanggup. Hal ini menyebabkan pemandangan yang sangat menyebalkan di mata pengungsi, tentara, bahkan relawan sendiri. Saat mereka sedang sedih dan capek berusaha membenahi kota dengan daya yang sedikit, orang datang melihat-lihat, foto-foto lalu pergi. Tapi ini pun tidak bisa disalahkan. Diantara mereka ada yang betul2 cari informasi bagaimana keadaan di Aceh, lalu baru koordinasi untuk masuk ke lapangan, daripada masuk tanpa tahu medan justru lebih berbahaya. Namun kami juga maklum perasaan mereka yang sedang lelah melihat orang lain yang seolah2 tour ke Aceh melihat bencana. Itulah mengapa sekarang banyak himbauan untuk tidak datang bila tidak punya alat berat, alat angkut, dan fasilitas, setidaknya yang mencukupi diri sendiri.

9. Pengumuman PKS tentang adopsi anak
Kami juga menemukan fakta (foto2 tersedia) yang menarik seputar larangan adopsi anak yang mengatasnamakan PKS (Partai Keadilan Sejahtera) ditempel di pintu masuk Bandara Sipil. Bunyinya kurang lebih seperti ini : "Kami Siap menampung anak yatim piatu korban bencana alam Aceh Sumut untuk disekolahkan menjadi anak yang berguna, jangan diserahkan kepada kaum kafir (Kristen/misionaris)". Sungguh menggelitik. Bahkan dicantumkan DPP Pusat dan Daerah yang memutuskan hal itu. Masalah ini sempat menjadi issue yang panas dibicarakan dan sempat membuat banyak orang marah. Konfirmasi2 dilakukan, saling cross check dan saling menenangkan mereka yang kesal. Kabar terakhir katanya DPP PKS Pusat tidak mengakui hal itu. Berarti telah ada provokasi yang mulai merebak di NAD.

10. Isue perdagangan anak
Isue ini juga merebak di kalangan pos2 pengungsi, bahkan stasiun TV meliput khusus tentang hal ini. Walaupun kami belum pernah bertemu langsung dengan mereka yang dicurigai sebagai penadah anak, tapi kami mencermati bahwa hal ini perlu dicermati juga, benar dan tidaknya sama2 merugikan. Bila benar sangat berbahaya, bila tidak berarti ada yang menebar issue untuk meresahkan para pengungsi.

11. Ini adalah hukuman Allah
Banyak jeritan tangis dan keluhan yang menyatakan ini adalah hukuman Allah. Hal ini pun bisa kami mengerti karena para korban menanggung beban yang sangat berat dan tidak bisa berpikir lain selain membayangkan Tuhan yang sedang marah dan membiarkan semua ini terjadi. Di benak banyak korban hanyalah tanda tanya besar, mengapa ini terjadi? Mengapa saya? Mengapa Aceh? Hal itu yang terus menerus memenuhi pikiran mereka. Yang menarik adalah reaksi dari usaha mencari jawaban itu. Dari obrolan yang kami lakukan dengan beberapa orang, bahkan diantaranya adalah pemuka agama, mereka mengatakan bahwa kita semua harus bertobat (kalau ini saya sih setuju), Aceh adalah serambi Mekkah yang menjalankan syariat Islam. Tapi mengapa masih banyak unsur-unsur lain yang tidak menjalankan Syariat Islam dibiarkan bercokol di Aceh? Jadi individu2 tadi membakar wihara dan toko orang tionghoa (yang sebetulnya sudah rusak juga diterjang tsunami) dengan alasan mereka membawa sial.

12. Fakta bahwa mayoritas Tionghoa Aceh pun menjadi korban
Tidak terpikir sebelumnya akan hal ini di benak kami, mungkin karena Aceh sangat kental dengan symbol Islamnya, sampai kami mengunjungi Peunayong dan Lhok Nga yang adalah `china town' nya Aceh. Daerah ini mirip dengan kawasan kota di Jakarta, yang identik dengan pusat perdagangan dan dihuni oleh mayoritas warga keturunan tionghoa. 70% perputaran uang di Aceh terjadi di wilayah ini dan masyarakat pribumi Aceh pun menyadari bahwa daerah ini menunjang perekonomian seluruh Aceh. Peunayong dan Lhok Nga hancur total, bisa dibilang hampir rata dengan tanah karena letaknya yang dekat dengan bibir pantai. Daerah ini kira2 5 km dari pantai dan belum sempat dibersihkan dengan buldoser. Jadi tumpukan kayu, puing, dan (tentu) mayat masih setinggi setengah sampai 1 m. Dan di dalam ruko2 yang berjejer di kawasan itu pun diyakini mayat2 menumpuk. Dan ini adalah orang2 Indonesia beretnis tionghoa.
Kami pun bertemu dengan para pengungsi etnis tionghoa itu. Tidak ada bedanya dengan pengungsi lain, tatapan mata kosong karena keluarga menjadi korban dan harta habis dalam hitungan menit. Mereka pun jatuh miskin dan tinggal di penampungan.

13. Isue diskriminasi, penjarahan, pembakaran, dan pemerkosaan
Bertubi2 SMS kami terima tentang kabar ini, sebagian di Aceh, tapi makin banyak setibanya kami di Medan. Kami sendiri heran karena di lapangan kami tidak mendengar kabar atau bertemu dengan mereka yang jadi korban perkosaan. Bahkan kesaksian dari Ibu Esther yang selamat dari Meulaboh, dia diperlakukan sangat baik oleh orang pribumi yang ada di gunung. Orang itu turun gunung membawa uang Rp. 1,5 jt untuknya (yang dia tolak karena dia memilih makanan saja), dia ditampung di rumah seorang pribumi yang tidak kena bencana, makan dan minum yang sama, juga tidur di tempat yang sama. Ibu Ester sekarang membuka jalan dan posko bantuan di Meulaboh.

14. Kaum kafir yang Najis
Memang ada juga kesaksian dari seorang Romo gereja Katolik Hati Kudus yang juga sangat tragis kita dengar. Romo ini selamat dari bencana, keesokan harinya ia berjalan2 mencari jemaatnya di antara puing2 kota. Bertemulah ia dengan seorang lelaki tionghoa yang hendak mengangkut mayat istri dan anaknya dari dalam ruko. Lelaki ini tidak bisa meminta pertolongan siapapun karena orang yang lewat tidak mau menyentuh mayat orang kafir yang najis, maka ia minta Romo mendatangi tempatnya, memberikan doa kematian dan ia pergi meninggalkan mayat istri dan anaknya disana. Ada juga yang mengatakan untuk mengangkut mayat saja dikenakan bayaran Rp. 650.000- Rp. 1.000.000,- Tapi ini dialami tidak saja oleh orang minoritas, tapi juga orang pribumi.

15. Isue ekslusivisme kaum Tionghoa
Setibanya kami di Medan, kami sampai di Posko Metal V yang secara kebetulan mayoritas pengungsinya adalah etnis tionghoa. Mengapa kebetulan? Karena kawasan jalan metal adalah kawasan bekas pengungsi aceh tahun 1960-an yang hijrah ke medan karena terkena kebijakan pp 10 saat itu. Jadi semua pengungsi tsunami aceh langsung berpikir untuk tinggal di jalan Metal. Karena banyaknya orang padfa h+1 dan h+2, posko pun langsung dibentuk malam itu juga. Posko Metal pun bekerjasama dengan Aceh Sepakat, PKS (Partai Keadilan Sejahtera), PDS (Partai Damai Sejahtera), Kodam, dll. Ada insiden sewaktu kawan2 pungungsi lain minta bantuan tempat, Posko Metal yang sudah terlalu penuh menyatakan bisa menampung, tapi di Wihara. Pengungsi saat itu tidak menolak, namun kemudian hal ini menjadi urusan panjang ketika ada pihak2 yang langsung menuduh ketidaksopanan Posko Metal yang menempatkan mereka ditempat kafir, issue pun berkembang bahwa Posko Metal identik dengan tionghoa dan menolak kehadiran etnis lain. Hal ini tidak kami lihat sepanjang pengamatan kami. Korban yang berjilbab pun terlihat walaupun jumlahnya tidak banyak, posko ini juga berkoordinasi dengan lembaga Islam lainnya dalam menyalurkan sumbangan, dll.

Fakta2 kecil yang kami temui di atas sangatlah menarik. Memang ada insiden2, tapi kami melihat bahwa kebersamaan yang tumbuh di Indonesia sungguh luar biasa. Kejadian ini setidaknya telah kembali menimbulkan rasa kebersamaan yang sudah mulai hilang beberapa tahun ini. Semua suku, etnis, agama dan golongan bersatu padu untuk membangun Aceh kembali.

Mengenai insiden atau isue2 yang berkembang bahkan yang mengatakan untuk menghentikan sumbangan ke Aceh, menurut pandangan kami SANGATLAH TIDAK ETIS DAN TIDAK PADA TEMPATNYA! Karena mengapa kita harus berhenti berbuat baik demi kemanusiaan hanya karena issue yang tidak jelas asal usulnya? Insiden2 itu tidak layak kita pikirkan, yang perlu kita pikirkan adalah mereka yang susah payah menyambung hidup di tempat2 pengungsian. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana kita membantu membangun kembali Aceh. Namun demikian kita juga tidak menutup mata, bahwa di level horizontal, dampak sosial yang terjadi dari bencana ini sungguhlah banyak dan menjadi salah satu tugas kita sebagai bagian bangsa ini untuk turut peduli

ulung,lisa,eric(Posko Perhimpunan Inti Jakarta di Aceh/Medan).

Posted by prasetyocm at 4:41 PM EST

Newer | Latest | Older